Banyak
orang yang bertanya ketika menjadi
seorang mahasiswa “Mengapa saya harus ikut
pengkaderan yang dilaksanakan oleh senior?” Pertanyaan
itu merupakan pertanyaan klasik bagi seorang insan akademisi yang baru saja menginjakkan kakinya di
dunia civitas akademika. Sebagian lagi berpikir bahwa berorganisasi
adalah sunnah atau pilihan yang
dianggap sebagai prioritas kegiatan yang kesekian kalinya di bawah kegiatan wajib
kampus, yaitu kuliah. Sering
mahasiswa mendikotomikan antara kuliah dan berorganisasi. Paradigma yang salah
tersebut mengisyaratkan bahwa organisasi dan kuliah adalah sebuah opsi, maka seorang mahasiswa
berhak untuk tidak berorganisasi. Salah satu bahasa pembenaran untuk
menyalahkan argumen tersebut adalah legalitas hukum yang lahir dari proses
penalaran dan analisis. Salah satu bentuk legalitas organisasi adalah SK Dikti yang berbunyi sebagai berikut : Undang-Undang Republik
Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 12
ayat (1) b menyatakan bahwa setiap peserta didik pada satuan pendidikan berhak mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Untuk itu, mahasiswa
yang merupakan peserta didik sebagai generasi penerus perjuangan bangsa perlu
dibekali dengan kemampuan yang memadai agar aset bangsa yang sangat potensial
tersebut mampu bersaing dalam era global. Para mahasiswa diharapkan tidak hanya
menguasai bidang ilmu yang ditekuni di kampus, tetapi juga mengusai bidang lain
yang dapat menunjang keberhasilan mereka di masa depan.
Menjadi
pertanyaan buat kita, dimana seorang insan akademisi membekali kemampuan,
minat, dan bakat? Anda akan menjawab kuliah?
Jawabannya tentu saja bukan. Anda akan mendapatkan kemampuan tersebut melalui
organisasi. Tapi ingat, dalam berorganisasi seorang kaum intelektual tidak
boleh menganut pragmatisme dan egosentris. Memandang sebuah organisasi
adalah sebuah jalan untuk mendapatkan profit.
Untuk itu menurut
pandangan saya,
diperlukan sinergitas antara ilmu berbasic scientific
evidens dan life-skill yang
berasaskan Pancasila dan UUD. Jadi,
organisasi merupakan suatu bentuk keharusan dalam sistem pendidikan yang
berkarakter baik dari sisi humaniora maupun sisi intelegensia seorang insan
akademisi (baca:mahasiswa). Sudah menjadi dogma di kehidupan akademisi kampus,
mahasiswa mempunyai 3 bentuk tanggung jawab
yang dijabarkan melalui Tri Darma
Perguruan Tinggi yang isinya :
Mahasiswa mempunyai tanggung jawab pada (1) pendidikan, (2) penelitian,
dan (3) pengabdian kepada masyarakat.
Pada
poin pendidikan dan penelitian, seoran insan akademisi menyelesaikan tanggung
jawab melalui kegiatan-kegiatan empiris melalui jenjang perkuliahan. Seorang
mahasiswa dikatakan menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai insan akademisi
ketika ia telah menyelesaikan semua prosesi perkuliah mulai dari awal hingga
penalaran ilmiah yang kebanyakan bersifat induktif (baik pembuatan skripsi,
tesis, ataupun disertasi). Nah, poin ke-3 dikemanakan? Banyak orang yang
non-organisatoris mengatakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) adalah bentuk dari poin
(3) tersebut. Logiskah menurut Anda ketika proses penyelesaian tanggung jawab
poin (1) dan (2) dilaksanakan dari awal ketika seseorang berstatus mahasiswa
(baca:terdaftar) dibandingkan Anda menyelesaikan KKN guna menggugurkan
kewajiban poin (3)?
Toh
pada hakikatnya diperlukan koherensi time
line antara penyelesaian tanggung jawab ketiga poin tersebut. Ada lagi yang
beranggapan bahwa “ketika saya kerja saya
nantinya akan menyelesaikan tanggung jawab pengabdian tersebut”. Mind set
tersebut sangat salah, sebab ketika
seseorang telah menyelesaikan
studi, maka statusnya bukan lagi mahasiswa tetapi sebagai masyarakat. Jadi, Anda tidak akan
menyelesaikan tanggung jawab poin ketiga. Dan ingat dalam agama, tanggung jawab
ketika tidak dilaksanakan adalah ingkar dan orang ingkar akan (....) Anda jawab sendiri.
Guna semakin memahami lebih dalam pahami karakteristik mahasiswa sebagai agent of change, moral force, sosial control, dan
agent of iron stock oleh dr. Ali Sariati.
Organisasi
juga merupakan suatu kebutuhan bukan keinginan. Berorganisasi bukan candu
melainkan obat penyejuk jiwa seorang yang gelisah dalam mencari jati diri.
Banyak orang-orang yang dulunya hedonis ekstrim berubah menjadi seseorang yang
peduli terhadap penderitaan rakyat kecil melalui kegiatan organisasi. Banyak
hal yang biasanya tidak ternilai lewat materi. Hei, kaum materialis! Ingat, sebuah senyuman yang
lahir dari wajah tulus rakyat yang Anda
bantu melalui kegiatan organisasi intra kampus lebih bernilai dibandingkan dengan uang. Ingat bahwa mahasiswa dikenal dengan
kaum idealis, kritis dan universal. Melalui organisasi lah Anda dapat mendapatkan
hal ini. Jika
dibahas secara teoritis, Anda tidak akan mendapatkan apa-apa dari hasil bacaan
ini. Melainkan Anda harus merasakan sendiri. Karena melalui pengalaman
empirislah Anda dapat merasakan “nikmatnya” berorganisasi mahasiswa.
Oleh : Rulyan
Muslimin H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar